Minggu, 30 November 2008

Surat Terbuka untuk Prof Dr Cissy

Beberapa saat yang lalu saya posting tentang Jamkesmas & RS Hasan Sadikin (RSHS), mungkin postingan tsb terlalu ter gesa2, yang ada hanya tentang sanjungan terhadap RSHS, sementara setelah di cermati lebih seksama; RSHS masih banyak kekurangan. Oleh karenanya saya menulis postingan ini, sesuai dengan judulnya, semoga terbaca oleh Prof Dr Cissy selaku Dirut RSHS dan menjadi kritik demi peningkatan pelayanan RSHS di waktu yang akan datang.


Bulan Nopember yl, RSHS mendapat Penghargaan Piala Citra Pelayanan Prima dari Pemerintah, karena dinilai telah memberikan pelayanan yang baik terhadap pasien keluarga miskin (gakin).


Semestinya penghargaan ini bisa menjadi motivasi dalam peningkatan pelayanan dan mengharumkan nama RSHS. Tetapi mari kita cermati lebih dalam keadaan RSHS sesungguhnya.

Untuk pasien gakin, yang rata2 adalah dari keluarga yang tinggal didaerah pinggiran dengan pengetahuan yang minim tentang kesehatan seharusnya pihak RSHS bisa memberikan penjelasan tentang keadaan pasien dengan bahasa sederhana tapi mengena pada keluarga pasien. Yang terlihat saat ini dokter terlihat seperti "tuan besar" yang se akan2 susah diajak bicara dan selama seminggu saya mencermati di ruangan 19; dokter ruangan atau dokter resmi tidak pernah sama sekali melakukan visit pada pasien kedalam kamar, yang hilir mudik, lalu lalang hanya dokter yang sedang mengambil pendidikan specialis, mahasiswa fakultas kedokteran dan siswa perawat. Lebih mendalam lagi, ruangan 19 yang kebanyakan pasien-nya pasien gakin serasa hiruk pikuk melebihi suasana pasar, karena kamar2 nya sedang di renovasi, dari pagi hingga jam 22.00 suara dinding di pukul dengan palu begitu memekak kan telinga, bising, debu dari pembongkaran beterbangan karena adanya pekerjaan renovasi ini, tiada ketenangan bagi pasien yang perlu istirahat dalam menjalani perawatan. Tiadakah tindakan yang lebih manusiawi, misalnya memindahkan pasien ke ruang lain yang jauh dari suasana bising ? Jamkesmas, adalah pelayanan bagi pasien2 yang kurang mampu, katakan untuk biaya rawat inap memang gratis, tetapi untuk obat yang diberikan melalui resep ternyata terbatas, klaim pertama dan kedua lancar, klaim berikutnya ditolak. Petugas hanya mengatakan sudah lewat dari limit, sementara berapa batas limit untuk bisa mendapat klaim, tidak pernah dijelaskan. Mencari tahu dengan menghubungi petugas Jamkesmas di RSHS ; Sdri Gustianti dan dokter Hedah amat sulit, selalu tidak ada ditempat. Penjelasan yang bikin dahi berkerut datang dari dokter Matua (yang ini dokter yang sedang ambil pendidikan specialis), dia mengatakan bahwa untuk resep ada kesepakatan antara keluarga pasien dan dokter, kalau keluarga pasien tidak mampu membeli resep, maka dokter batal memberikan resep. Terpikirkan..........apakah pasien dibiarkan sembuh tanpa obat ? Keluarga pasien gakin mungkin cuma bisa pasrah, kalaupun mereka mau protes, mungkin tak akan didengar sama sekali.


Saya mencoba menghubungi Ka Humas RSHS : Dra Mimin, yang menerima telepon mengatakan bahwa Dra Mimin sedang sakit, dan tidak ada satu orangpun yang bisa mewakili ybs ? Kalau begini kapan ya bisa mendapat penjelasan, apakah mereka merasa bagai "menak", harus selalu dihormati dan susah diajak bicara ?

2 komentar:

  1. pagi gus...gimana kabarnya?semoga senantiasa sehat walafiat ya...masih inget saya ga gus? dah lama saya ga mampir..soalnya dulu tiap kali dibuka selalu error blognys..tapi Alhamdulillah sekarang dah bisa lagi... :)

    BalasHapus
  2. yah bgitulah indonesia pak. susah emang sy percaya sama postingan bpk sblmny..kalo ada pengobatan gratis.. tis.. tis... hehehe indonesia gitu loooh.

    resep burung itu simple bgt kok. cuman plg butuh bawang bombay super bnyk. secara perut burung diisi dgn parutan bawang, yg dibumbui dgn cumin powder, garam, merica, bubuk kayu manis, dan cengkeh.
    setelah diisi dgn parutan bawang berbumbu, jahit itu burung, spy tertutu rapat.
    trus rebus deh mpe mateng.
    tiriskan, lalu goreng.

    sbnrnya siy bumbu yg ditaro dgn parutan bawang itu selera aja pak. bapak jg bs ganti sesuai lidah orang indonesia

    BalasHapus